Showing posts with label makassar. Show all posts
Showing posts with label makassar. Show all posts

Saturday, 12 July 2008

Makassar 2015

Kawasan Khusus Konservasi Budaya

Mengembalikan Identitas Makassar

Siapa yang tak mengenal Makassar di Abad ke 16. Dimasa itu, Makassar memiliki posisi strategis, baik dalam peta perdagangan dunia maupun pen- pendidikan. Tidak hanya termasuk dalam 4 kota besar di Asia tetapi juga sebagai 20 kota besar di dunia. Untuk itulah Makassar tidak bisa dilepaskan dalam sejarah his-torical dunia.

Kejayaan ini tidak lantas habis di abad ke 16, tetapi jejak-jejak sejarah ini masih dapat ditemui hingga hari ini. Sebut saja misalnya Benteng Rotterdam yang terletak di jalan ujung Pandang. Benteng yang me-rupakan syarat perdamaian antara Belanda dan Kerajaan Gowa Tallo ini merupakan jejak sejarah yang paling menonjol di kota ini. Setelah dirombak total pada tahun 1673 akhirnya benteng yang merupakan salah satu dari 12 anak Benteng Somba Opu ini dibangun kembali dengan model benteng pertahanan.

Dan selama 300 tahun benteng ini me-rupakan pusat Pemerintahan Belanda di Sulawesi Selatan, dan dibangun kembali gudang perdagangan, gudang senjata dan tentara. Serta kantor-kantor administrasi Belanda. Baru setelah tahun 1937 benteng ini diserahkan untuk keperluan sipil seba-gai pusat budaya dan kesenian. Sekarang tempat ini menjadi salah satu objek wisata yang menarik dan banyak dikunjungi oleh wisatawan baik dalam dan luar negeri.

Tidak hanya Fort Rotterdam yang me-miliki nilai historis tetapi juga berbagai situs sejarah yang tersebar di penjuru Kota Ma-kassar. Melihat berbagai potensi wisata yang dimiliki oleh Makassar, maka pemerintah kota berinisiatif untuk mengkoordinir segala pengembangan objek wisata ini dan memasukkannya ke dalam lima kawasan khusus, yakni Kawasan Khusus Konservasi Budaya. Kawasan ini letak dan posisinya tersebar di beberapa titik dalam wilayah Kota Makassar. Diantaranya Fort Rot-terdam, Makam Pangeran Diponegoro, Makam Syekh Yusuf, rumah A. Pangerang Pettarani serta Makam Datu Museng.

Adapun misi yang diemban dalam kawasan khusus ini, yakni

* Merevitalisasi kawasan-kawasan budaya ‘heritage’ Makassar
* Merenovasi bangunan-bangunan yang ditetapkan sebagai ‘heritage’ Makassar
* Melarang pembongkaran bangunan-bangunan yang telah ditetapkan sebagai ‘heritage’ Makassar
* Memanfaatkan kemungkinan mem-produktifkan kawasan-kawasan dan atau bangunan-bangunan yang ditetapkan se-bagai ‘heritage’ Makassar,
* Mewujudkan kawasan-kawasan dan ba-ngunan-bangunan ‘heritage’ Makassar sebagai motor dan inti dari kegiatan wisata budaya dan sejarah Kota Makassar.

Sedangkan, strategi pengembangan yang diterapkan adalah mendukung program pelestarian budaya (lingkungan dan bangunan) melalui penataan kembali kawasan konservasi budaya yang bisa tetap bersinergi dengan pertumbuhan lingku-ngan sekitarnya.

Tidak hanya situs sejarah saja yang direvitalisasi tetapi juga berbagai karya sastra seperti epik Laga Ligo yang ingin kembali diperkenalkan ke peta sastra du-nia. Di samping itu, berbagai makam para pahlawan pun yang kini terabaikan akan direvitalisasi. Misalnya, makam Datu Mu-seng yang terletak di jalan bernama sama kini tidak berwajah indah lagi. Untuk itulah kawasan khusus konservasi budaya ini dibentuk untuk mengkoordinir seluruh spot-spot sejarah yang perlu dilindungi.

Dalam hal penyusunan tata ruang, kami melihat bahwa pantai adalah kawasan yang paling sensitive, kompleks dan strategis. Oleh karenanya, kami membentuk kawasan ini dengan menerapkan dua sifat dasar, yakni pengembangan dan pengen-dalian.

Kami membuat konstruksi-konstruksi pantai dari titik-titik abrasi yang ada, membuat kolam pelabuhan dan rekreasi laut yang terdapat di Pantai Losari melalui proses re-shaping serta membuat pantai baru dengan memanfaatkan timbunan-timbunan sekitar. Usaha-usaha ini dilaksanakan dengan memenuhi tiga kriteria, yakni terencana, terkendali dan terbatas.

Dari hal ini penyusinan tata ruang kami melihat pantai sebagai kawasan yang paling sensitrif, kompleks dan strategis. Kawasn pengembangan khusus pantai, sifatnya ada : kawasan pengembangan dan penghendalian.

Tuesday, 29 April 2008

Makassarese language

Makassar (sometimes spelled Makasar or Macassar) is both a language and a writing system used by the ethnic Makassar in South Sulawesi island (Celebes) in Indonesia.

The Makassar language is a member of the Austronesian language family, and closely related to Buginese in the group South Sulawesi languages.

Although Makassarese is now often written with the Roman alphabet, it is still widely written in its own distinctive script, also called Lontara, which once was used also to write important documents in Bugis and Mandar, two related language from Sulawesi.

The Makassar symbols are written using mostly straight oblique lines and dots. In spite of its is quite distinctive appearance, it is derived from the ancient Brahmi scripts of India. Like other descendants of that script, each consonant has an inherent vowel "a", which is not marked. Other vowels can be indicated by adding one of five diacritics above, below, or on either side of each consonant.

Some common words/phrases in the Makassar language using the Roman alphabet are as follows (' = glottal stop):

* balla' = house;
* bulu = hair/fur;
* bambang = hot/warm;
* cipuru' = hungry;
* doe' = money;
* iyo = yes;
* jappa-jappa = to go for a walk;
* lompo = big/large;
* sallo = long;
* tabe' = excuse me;
* tena = no;
* karaeng = king;
* apa kareba? = how are you?;
* lakeko mae? = where are you going?;
* battu kemae ko? = where have you been?
* ballang = get tanned
* botto' = smelly
* rantasa' = disgusting
* sallo = slowly
* battala = fatty
* billa = far away
* gele-gele = tickle
* kong kong = dog
* jarang = horse
* bembe' = goat

History

The first European settlers were the Portuguese sailors. Beginning in the sixteenth century, Makassar was the dominant trading/pao center of eastern Indonesia, and soon became one of the largest cities in island Southeast Asia. The Makassarese kings maintained a policy of free trade, insisting on the right of any visitor to do business in the city, and rejecting the attempts of the Dutch to establish a monopoly over the city. Further, tolerant religious attitudes meant that even as Islam became the dominant faith in the region, Christians and others were still able to trade in the city. With these attractions, Makassar was a key center for Malays working in the Spice Islands trade, as well as a valuable base for European and Arab traders from much further afield.

The importance of Makassar declined as the Dutch became more powerful in the region, and were better able to enforce the monopoly over the spice trade that they desired. In 1667 the Dutch, allied with the Bugis prince of Bone state Arung Palakka, invaded and captured Makassar, eliminating its role as an independent trading center. It became a free port in 1848.

About Makassar

Makassar, (Macassar, Mangkasar) is the provincial capital of South Sulawesi, Indonesia, and the largest city on Sulawesi Island. From 1971 to 1999, the city was formally named Ujung Pandang, after a precolonial fort in the city, and the two names are often used interchangeably. The port city is located at [show location on an interactive map] 5°8′S, 119°25′E, on the southwest coast of the island of Sulawesi, facing the Makassar Strait.

Its area is 175.77 km² and has population of 1.25 million